
Bupati Kotawaringin Timur Halikinnor
SAMPIT, TOVMEDIA.CO.ID – Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) bersiap menjadi pusat industri baru, dengan rencana pembangunan smelter tambang di Kecamatan Pulau Hanaut. Proyek investasi besar ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan ribuan lapangan kerja bagi masyarakat lokal.
Bupati Kotim, Halikinnor, mengungkapkan, perusahaan yang akan membangun smelter tersebut sebelumnya telah sukses berinvestasi di Morowali, Sulawesi Tengah. Investasi akan ditanam bertahap. Tahap pertama Rp50 triliun, tahap kedua dan ketiga totalnya kurang lebih Rp160 triliun.
“Lokasi yang dipilih mencakup area sekitar 16 hektare, membentang dari Pulau Cemeti hingga Babaung,” kata Halikinnor, Selasa (9/9/2025).
Dampak Besar bagi Perekonomian
Menurut Halikinnor, investasi smelter ini diharapkan membawa multiplier effect yang signifikan. Dengan investasi Rp30 triliun di Morowali, perusahaan tersebut mampu menyerap hingga 50 ribu tenaga kerja. Dengan skala yang lebih besar di Kotim, potensi penyerapan tenaga kerja pun diperkirakan sangat besar.
“Investasi ini tidak hanya menyerap tenaga kerja, tetapi juga mendukung pembangunan daerah. Hasil bumi dari daerah lain akan dibawa ke Sampit sehingga roda perekonomian bergerak lebih cepat,” ujarnya.
Pembangunan smelter akan dilakukan dalam tiga tahap:
- Tahap pertama: Smelter bauksit
- Tahap kedua: Smelter silika
- Tahap ketiga: Smelter batu bara
Halikinnor menegaskan bahwa tenaga kerja akan diprioritaskan untuk masyarakat lokal, kecuali untuk posisi teknis yang membutuhkan keahlian khusus.
Komitmen untuk Masyarakat Lokal
Halikinnor juga menekankan pentingnya komitmen perusahaan dalam program corporate social responsibility (CSR) untuk membantu pembangunan Pulau Hanaut yang masih tertinggal. Selain itu, ia juga meminta agar perusahaan mengutamakan pengusaha dan masyarakat setempat dalam kegiatan usaha.
“Pertama, saya minta tenaga kerja. Kedua, CSR untuk membangun daerah karena Pulau Hanaut tertinggal, dan yang ketiga apapun jenis kegiatan di situ utamakan pengusaha atau masyarakat pribumi,” tegasnya.
Editor: Frans Dodie